Daily Archives: October 8, 2011

pusat informasi puskesmas

Pusat informasi puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) telah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1968 sebagai sebuah lembaga yang memberikan jasa kesehatan kepada individu, keluarga dan masyarakat. Sampai dengan tahun 2007 jumlah puskesmas di Indonesia mencapai 7.277 buah (1.818 diantaranya memiliki fasilitas ruang rawat inap). Disamping itu didukung oleh puskesmas pembantu sebanyak 21.587 dan puskesmas keliling sebanyak 5.084 buah. Dengan semakin banyaknya jumlah puskesmas mengindikasikan bahwa pemerintah memiliki kepedulian yang tinggi terhadap taraf kesehatan masyarakat mulai dari balita sampai orang dewasa. Sementara itu dengan semakin banyaknya jumlah puskesmas juga berimplikasi pada tuntutan akan kebutuhan tenaga medis,  seperti dokter, bidang dan perawat.

Dalam Kepmenkes No 128 Tahun 2004 tentang kebijakan dasar puskesmas, puskesmas didefinisikan sebagai unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan ujung tombak dari Dinas Kesehatan dalam untuk meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, puskesmas memiliki tujuan, yaitu: mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas. Sehingga untuk mencapai tujuan, maka puskesmas memiliki tiga fungsi, yaitu: sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama.

Realisasi paradigma sehat yang sebagian besar tertuang di dalam Visi Indonesia Sehat 2010 masih cukup jauh dari harapan. Faktor penyebab kondisi tersebut diantaranya adalah kebijakan kesehatan kita yang masih terjebak dalam level kuratif (pengobatan) yang sangat bertolak belakang dengan Paradigma Sehat yang lebih menomorsatukan terbangunnya kesadaran sehat di masyarakat. Kesadaran sehat ini akan banyak berpengaruh terhadap status kesehatan setiap orang.

Seringkali untuk memenuhi target yang ditetapkan, puskesmas di beberapa kota besar membuka rawat inap (meskipun di kota tersebut sudah banyak berdiri puluhan rumah sakit), dengan harapan pendapatan dari puskesmas menjadi lebih tinggi, dengan segala keterbatasan fasilitas dan tenaga yang dimiliki. Sebagaimana lazim dipahami, mestinya puskesmas bukanlah rumah sakit. Yang dikerjakan puskesmas tidak semata urusan mengobati orang sakit sebagaimana halnya tugas pokok rumah sakit. Urusan mengobati orang sakit hanya satu di antara lebih dari 10 program puskesmas. Kesemua program itulah yang disusun untuk mampu meningkatkan kesehatan warga di wilayah kerja puskesmas. Kalau rumah sakit cuma menunggu kapan orang sakit datang berobat, puskesmas terlebih harus menjemput, mendatangi, menjenguk, menghampiri warga, dan memberikan pencerahan, serta memberdayakan masyarakat agar tetap selalu sehat. Maka, puskesmas yang ideal itu harus lebih banyak bekerja di lapangan ketimbang duduk menunggu orang sakit datang. Tugas pokok puskesmas adalah bagaimana agar warga yang sehat tidak sampai jatuh sakit, yang sudah sakit tidak sampai menularkan penyakit, yang lemah dikuatkan, yang kurang gizi ditambahkan, yang telanjur sakit diobati dan dinasihati agar tidak jatuh sakit yang sama lagi, dan tak sampai terjadi komplikasi.

Keberhasilan puskesmas ditentukan oleh beberapa hal, antara lain oleh semakin menurunnya angka pengunjung orang sakit, dan pengunjung yang sakit bukan mengidap penyakit yang itu-itu saja lagi. Selain itu, semakin hari mestinya semakin banyak orang sehat yang datang berkunjung. Bayi sehat datang untuk imunisasi, ibu yang minta nasihat gizi, vaksinasi kehamilan, ikut KB, dan remaja yang minta konsultasi narkoba, AIDS, seksualitas, atau masalah kejiwaan, dan pengunjung penyuluhan kesehatan semakin banyak. Di situ perbedaan besar puskesmas dengan rumah sakit. Puskesmas adalah ujung tombak, barisan paling depan sektor kesehatan, yang tahu persis masalah kesehatan masyarakat di wilayahnya, lalu berupaya mencari solusinya dengan sumber daya, dana, dan fasilitas yang tersedia. Dengan upaya-upaya preventif demikian diharapkan anggaran untuk obat semakin kecil, sebagai dampak positif dari tugas lapangan puskesmas yang semakin besar dan meluas, yang sakit menjadi semakin sedikit. Sudah sangat dipahami bahwa sebagian besar orang sakit yang datang berobat ke puskesmas tak perlu terjadi jika semua jajaran puskesmas lebih sering datang mengunjungi warga. Seperti itu seyogianya yang menjadi model pembangunan kesehatan di akar rumput.

Soegiyanto (2007) mengidentifikasikan berbagai masalah yang dihadapi oleh puskesmas secara umum baik yang bersifat internal maupun eksternal. Beberapa masalah internal misalnya visi, misi dan fungsi puskesmas belum dirumuskan secara jelas, beban kerja puskesmas sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terlalu berat, sistem manajemen puskesmas dengan berlakunya prinsip otonomi perlu disesuaikan, puskesmas dan daerah tidak memiliki keleluasaan menetapkan kebijakan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, yang tentu saja dinilai tidak sesuai lagi dengan era desentralisasi. Selain itu bahwa kegiatan yang dilaksanakan puskesmas kurang berorientasi pada masalah dan kebutuhan kesehatan masyarakat setempat. Keterlibatan masyarakat yang merupakan andalan  penyelenggaraan pelayanan kesehatan tingkat pertama belum dikembangkan secara optimal. Permasalahan yang diuraikan merupakan permasalah puskesmas di Indonesia secara umum, walaupun demikian permasalahan ini tidak dapat digeneralisasi kepada seluruh puskesmas.

Puskesmas sebagai sebuah lembaga atau institusi di bidang kesehatan tentu keberadaannya tidak dapat terlepas dari persaingan dalam dunia industri jasa kesehatan. Untuk mengantisipasi tuntutan pelayanan yang semakin tinggi dari masyarakat, puskesmas sebenarnya sudah memiliki benteng yang berupa standar pelayanan minimal (SPM). Menurut surat edaran Mendagri No. 100/756/OTODA, yang dimaksud SPM adalah suatu standar dengan batas-batas tertentu untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat yang mencakup jenis pelayanan, indikator, dan nilai. Rancangan kewenangan wajib dan standar pelayanan minimal mencakup, antara lain: penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar, penyelenggaraan pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang, penyelenggarakan pemberantasan penyakit menular, penyelenggaraan perbaikan gizi masyarakat, penyelenggaraan promosi kesehatan, penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar, penyelenggaraan penanggulangan penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dan pengamanan sediaan farmasi, alat kesehatan serta makanan dan minuman.

Dalam Undang-undang Nomor 36 Th 2009 tentang kesehatan, disebutkan bahwa pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma agama. Dengan demikian bahwa pelayanan kesehatan bersifat universal kepada siapapun yang membutuhkan. Sementara itu dalam pasal 3 disebutkan juga bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mewujudkan kesejahteran masyarakat, maka pemerintah memiliki tanggung jawab yang utama, sebagaimana diatur dalam pasar 14 UU No. 36 Tahun 2009. Pada ayat (1) disebutkan bahwa Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Dalam pasar (2) Tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikhususkan pada pelayanan publik.

Penelitian ini mencoba menjawab berbagai permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, terutama yang terkait dengan pelayanan kesehatan di puskesmas Kota Semarang yang mendasarkan pada pedoman standar pelayanan minimum (SPM), sehingga diharapkan puskesmas dapat meningkatkan fungsinya sebagai institusi yang merupakan UPT Dinas Kesehatan Kota sebagai lembaga yang dapat menjamin kesehatan individu, keluarga dan masyarakat di wilayahnya masing-masing.

 

Kajian Literatur

Berbagai peraturan di bidang kesehatan telah banyak diterbitkan, diantaranya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan di Kabupaten/Kota. Selain itu juga Kepmenkes No. 128 Th 2004 tentang kebijakan dasar Puskesmas. Dalam Permenkes No 741 Th 2008 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan SPM adalah tolokukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Daerah Kabupaten/Kota (Pasal 1, No. 1). Pelayanan dasar kepada masyarakat adalah fungsi Pemerintah dalam memberikan dan mengurus keperluan kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. SPM kesehatan berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan beserta indikator kinerja dan target untuk tahun 2010 – tahun 2015, yang mencakup: (a) pelayanan kesehatan dasar, (b) pelayanan kesehatan rujukan, (c) penyelidikan epidemologi dan penanggulangan kejadian luar biasa/KLB, dan (d) promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat cakupan desa siaga aktif 80% pada tahun 2015. Sementara itu pada pelayanan kesehatan rujukan mencakup pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 100% pada tahun 2015, dan cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota 100% pada tahun 2015.

Dalam Kepmenkes No 128 tahun 2004 berisi tentang kebijakan dasar Puskesmas. Jumlah puskesmas di Indonesia pada saat ini mencapai 7.277 buah (1.818 unit diantaranya mempunyai fasilitas ruang rawat inap), puskesmas pembantu 21.587 buah, dan puskesmas keliling 5.084 buah. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Melalui Visi yaitu: tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat 2010, dengan misi: (1) Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya. (2) Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya. (3) Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakannya. (4) Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. Adapun tujuan dari puskermas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas.

Sementara itu mendasarkan pada Kepmenkes No. 128 Tahun 2004, untuk mencapai tujuan puskesmas, maka puskesmas harus melaksanakan fungsi-fungsi antara lain: pusat pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan keluarga dan masyarakat, pusat pelayanan strata 1. Kegiatan puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, berupa: (1) Upaya untuk menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan. (2) Aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. (3) Mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan dan pemulihan. Sedangkan fungsi kedua, yaitu pusat pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan: Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga, dengan cara: (1) Masyarakat memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif. (2) Berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaan, dan (3) Ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Fungsi ketiga sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama, dilakukan dengan menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan melalui pelayanan kesehatan perorangan, dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Kebijakan desentralisasi melalui Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah secara tegas menetapkan sektor kesehatan termasuk salah satu kewenangan yang diberikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota, sehingga menjadi tugas daerah untuk mengoptimalkan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintahan dibidang kesehatan termasuk menjaga mutu pelayanan kesehatan.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia menetapkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1457/Menkes/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal di bidang Kesehatan dengan tujuan visi Departemen Kesehatan dapat dicapai. Dengan Keputusan tersebut Bupati/Walikota bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah Kabupaten / Kota dan masyarakat. Pemerintah Daerah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) dituntut dapat menentukan kebijakan pembangunan kesehatan di daerah. Salah satu tugas pokoknya adalah pembinaan terhadap Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Puskesmas. Menjadi kewajiban DKK untuk membina puskesmas agar bermutu sehingga dipercaya oleh masyarakat. Peningkatkan mutu pelayanan puskesmas dilakukan ketentuan akreditasi. Tujuan diberlakukannya akreditasi adalah untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan (Supari, 2007). Melalui akreditasi diharapkan manajemen Puskesmas dapat menerapkan Prosedur Standar dengan baik sehingga pasien merasa puas dengan pelayanan yang diberikan. Kualitas yang diberikan oleh Puskesmas, akan menimbulkan persepsi pasien terhadap pelayanan yang diberikan kepadanya. Sering kali terdapat perbedaan antara kualitas sesuai dengan harapan pasien dengan persepsi kualitas yang diberikan oleh Puskesmas.